Sabtu, 12 Maret 2011

Syair Dan Musik Dalam Maulid

Syair Dan Musik Dalam Maulid
Berita Hijrah Rosulullah SAW Tersebar Dari Mekkah Ke Madinah Dengan Cepat. Para Sahabat Yang Telah Berada Lebih Dulu Di Madinah Tak Kuasa Menahan Rasa Rindu Kepada Pemimpin Mereka Yang Tercinta, Muhammad SAW. Setiap Hari Mereka Menanti Kedatangan Nabi Di Tapal Batas Kota. Akhirnya, Saat-Saat Yang Dinantikan Itu Tiba. Rosulullah SAW Bersama Abu Bakar As-Shiddiq Memasuki Kota Madinah Dengan Selamat.
Seketika Wajah Madinah Bermandikan Cahaya Lantaran Hadirnya Sosok Yang Agung Itu. Kegembiraan Warga Madinah Tidak Dapat Dilukiskan Dengan Kata-Kata. Merekapun Menagis Bahagia Menyaksikan Sang Kekasih Yang Selama Itu Dirindukan, Kini Hadir Di Depan Mata. Gejolak Rindu Yang Lama Terpendam Dalam Dada Tak Kuasa Tertahan Lebih Lama Lagi. Dengan Penuh Rasa Cinta, Para Wanita Dan Anak-Anak Tampil Menabuh Robana Sambil Melantunkan Syair Indah Penuh Makna Sebagai Sambutan Atas Khadirat Sang Nabi Yang Kelak Abadi Sepanjang Masa.

Thala’al Badru ‘Alaina
Min Tsaniyatil Wada’
Wajabasy Syukru ‘Alaina
Mada’a Lillahi Da’…
( Telah Terbit Purnama
Bersinar Dari Bukit Wada’
Wajiblah Kita Bersyukur
Tibanya Penyeru Ke Jalan Ilahi… )

Rosulullah Pun Menyambut Dengan Penuh Haru Dan Gembira. Sepanjang Hidupnya Beliau Tidah Pernah Melarang Tetabuhan Rebana Dan Senandung Syair Yang Dipersambahkan Untuk Menyambut Kedatangan Beliau Tersebut.

Bahkan, Beberapa Waktu Kemudian, Ketika Beliau Tiba Di Perang Tabuk, Warga Madinah Kembali Menyambut Beliau Dengan Tetabuhan Rebana Dan Lantunan Syair Tersebut. Rasanya Senang Dan Gembira Dengan Kehadirat Rosulullah Saw, Itu Mereka Tunjukan Dengan Senandung Syair Dan Tetabuhan Rebana. Dan Itu Merupakan Sunnah – Lantaran Rosulullah Mendiamkanya.
Dalam Sebuah Hadis Riwayat Tarmidzi, Abu Dawud, Dan Ahmad Diceritakan, Ketika Rosulullah Tiba Dari Sebuah Peperangan, Seorang Budak Berkulit Hitam Datang Menemui Beliau Membawa Rebana Sembari Berkata “Duhai Rosulullah, Aku Telah Bernazar Dan Bernyanyi Di Hadapanmu.” Maka Jawab Rosulullah, “Jika Engkau Telah Bernazar, Tunaikanlah Nazarmu. Jika Tidak, Jangan.”
Wanita Itu Pun Menunaikan Nazarnya. Ia Menabuh Rebana Dan Bernyanyi Di Hadapan Rosulullah Cukup Lama. Satu Demi Satu Sahabat, Seperti Abu Bakar, Ustman, Dan Ali Datang Menemui Nabi. Tapi Wanita Itu Tetap Menabuh Dan Bernyanyi, Sementara Nabi Mendengarkan. Ketika Umar Bin Khatab Tiba, Wanita Itu Berhenti Dan Menyembunyikan Rebana Dengan Mendudukinya. Rupanya Ia Takut Dengan Umar Yang Dikenal Tegas Dan Keras.
Setelah Keempat Kulafaul Rasyidin Itu Berkumpul Di Hadapan Rosulullah SAW, Beliau Pun Berkata, Hai Umar Sungguh Setan Aja Takut Kepadamu. Ketika Aku Duduk Wanita Itu Menabuh Rebana. Ketila Ali Masuk Ia Tetap Menabuh Rebana. Akan Tetapi, Ketika Engkau Masuk. Hai Umar, Wanita Itu Segera Membuang Rebananya.” (HR Tirmidzi). Dengan Kata Lain, Nabi Tidak Melarang Kesenian Seperti Itu.
Melantunkan Syair Pujian Semasa Rosulullah SAW Masih Hidup Juga Pernah Dilakukan Oleh , Sayidina Abbas Bin Abdul Muthalib Sesuai Perang Tabuk. Dan Rasullulah SAW Juga Tidak Melarangnya. Kalimat-Kalimat Pujian Dan Senanjungan Memang Tidak Dapat Dipisahkan Dari Peringatan Maulid Nabi. Biasanya Selain Prosa Yang Dilantunkan Dalam Bentuk Qashidah Yang Merdu. Dalam Peringatan Mauled Nabi, Dendang Syair Qashidah Dan Nasyid Seakan Merupakan Salah Satu Acara Wajib. Dan Kebiasaan Seperti Itu Buka Sesuatu Yang Baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar